Pemberdayaan Masyarakat Desa |
Oleh : MG Ana Budi Rahayu
Sejak
pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai
peningkatan taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika.
Apapun kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani,
seringkali menuai kritikan dan kontroversi dari berbagai pihak. Banyak
kalangan yang mengatakan petani sebagai "wong cilik" yang kehidupannya
semakin tertindas dan harus menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian
pemerintah. Kita lihat kembali bagaimana kebijakan penentuan harga dasar
gabah, pengurangan subsidi pupuk, mahalnya harga bahan bakar dan
baru-baru ini kebijakan import yang dirasa tidak berpihak pada
kepentingan dan kesejahteraan petani.
Disisi lain, pembangunan nasional juga
menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti yang
sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara
kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia
mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang
membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya
sektor lain seperti sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya
pembangunan hanya terpusat di kota-kota. Hal ini juga sesuai dengan
hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti
dengan pemerataan yang buruk dan setelah masuk pada tahap pertumbuhan
lanjut pemerataan semakin membaik. (Todaro, 2000) Faktor-faktor yang
mempengaruhi kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan
pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur investasi,
dan kebijakan (Arndt, 1988).
Dewasa
ini, telah banyak para ahli pembangunan masyarakat pedesaan yang
mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Karena sesungguhnya yang
terjadi petani tetap miskin, sebab persoalan yang berkaitan dengan
produksi seperti kapasitas sumber daya manusia, modal, dan kebijakan
tetap sama dari tahun ke tahun walaupun bentuknya berbeda. Studi
mengenai kemiskinan pedesaan oleh Sarman dan Sajogyo (2000) menunjukkan
bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai 48,08% sementara untuk
perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan pendekatan jisam (kajian
bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat lokalistik berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan masyarakat.
Banyak
proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong
pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek/program tersebut
dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya
proyek-proyek yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan
fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan,
mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya,
ketika proyek berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak
berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang mempengaruhi
kegagalan proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara
kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak
dilengkapi dengan ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan
monitoring yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat
masyarakat yang melanjutkan proyek.
Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.
Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.
Pemberdayaan
adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya
kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni
mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan
fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi
dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan
lingkungan.
Telaah lebih lanjut paper ini adalah bagaimanakah peran pemberdayaan masyarakat desa dalam program-program pemerintah untuk peningkatan pendapatan. Kemudian seberapa besarkah kegiatan ekonomi masyarakat desa mendukung perekonomian nasional. Topik tersebut masih relevan untuk dibahas bagi agenda pembangunan ekonomi Indonesia ke depan, mengingat keberadaan masyarakat desa dari sisi kualitas dan kuantitas menjadi peluang dan tantangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar