Pages

Rabu, 16 Januari 2013

Iman Kepada Kitab Allah(Danang-08)

Iman Kepada Kitab Allah

Kaum Muslimin wal Muslimat, jama’ah Majelis Tafaqquh Fiddin rahimakhumullah.
Alhamdulillah wa syukurillah. Kita bersyukur kepada Allah pada hari ini kita dipertemukan kembali untuk meneruskan pengajian rutin kita setiap hari Sabtu, jam 7 sampai dengan jam 9.30 . Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan langkah kita dalam mencari ilmu, dengan demikian Allah mudahkan langkah kita menuju surga.
Baik kita mulai masuk ke materi fiqih aqidah, dari kitab Al Iman, Arkanuhu, Haqiqotuhu, Nawaqidhuhu yang ditulis oleh DR Muhammad Nu’aim Yasin. Kita sudah membahas beberapa rukun iman, dan sekarang kita masuk ke rukun iman kepada kitab Allah Azza wa Jalla.
Setelah kita membahas iman kepada Rasul, bahkan kita terakhir membahas 19 poin kewajiban kita kepada Rasul dan juga kepada Rasulullah SAW, sungguh sangat banyak dan itu semua akan menentukan kualitas keimanan kita kepada Rasulullah SAW. Ternyata iman kita kepada Rasulullah tidak cukup dengan sekedar menyatakan keimanan. Karena paling tidak ada 19 poin, yang harus kita laksanakan sebagai kesempurnaan iman kepada Rasulullah sebagai nabi dan rasul. Ini baru dari sisi keimanannya saja, belum dari sisi keislamannya. Artinya sisi implementasi iman kita dalam kehidupan.
Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Azza wa Jalla
Di antara rukun iman adalah beriman kepada kitab-kitab yang Allah turunkan kepada nabi dan rasul-Nya. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, ada 25 nabi dan rasul yang harus kita yakini, yang disebut dalam Al Qur’anul Karim. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla telah turunkan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, demikian juga telah diturunkan kitab-kitab-Nya sebelumnya kepada semua rasul-Nya.
Di antara kitab-kitab itu, ada yang Allah cantumkan dalam Al Qur’an dan ada yang tidak. Di antara yang Allah cantumkan dalam Al Qur’an, yaitu:
1. Taurat
Yaitu yang diturunkan kepada Musa as, Allah menjelaskan: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Ma’idah [5]:44)]
Jadi Allah ingin menjelaskan kepada Nabi Muhammad, bahwa tidak perlu takut kepada mereka itu (Yahudi), karena mereka juga memiliki kitab Allah namun mereka menyimpangkan. Kalau mereka berpegang teguh kepada kitab Allah itu, maka akan bertemu ajaran mereka dengan Islam. Seandainya Yahudi dan Nasrani itu berpegang teguh kepada kitab mereka, pasti akan bertemu dengan Islam, baik dari aqidah, pandangan, pola pikir dan lain sebagainya. Hanya saja mereka simpangkan, mereka tidak lagi menjaga kitab-kitab Allah, mereka tidak lagi sebagai Rabbaniyyun, tapi mereka menjadi “arbaban min dunillah.” Ulama-ulama mereka menjadi tuhan-tuhan tandingan, yaitu merubah-rubah hukum Allah. Nah, ini bedanya.
Jadi Allah tegaskan tidak perlu takut kepada mereka, tapi takut hanyalah kepada Allah. Oleh karena itu, jangan juga ditiru sifat-sifat mereka yang menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah.
Nah, kalau kata orang liberal, “Murah engga boleh kalau jual mahal boleh?” Ini contoh cara berpikir yang sesat. Kata mereka, “Kalau satu kali tulisan bisa dijual harga 40 juta berarti tidak masalah, karena mahal bukan murah.” Mereka itu dapat 40 juta setiap kali menulis soal Islam dimana-mana.
Maka itu, Allah tegaskan di penghujung ayat, yaitu poin yang ingin Allah tegaskan kepada kita adalah siapa yang tidak berhukum kepada wahyu yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang kafir. Apakah itu orang Yahudi, Nasrani ataupun Muslim, kalau mereka tidak berhukum kepada wahyu, mereka kafir. Kalau untuk Yahudi dan Nasrani, ketika itu, tapi tentu setelah Al Qur’an turun yang dimaksud sebagai wahyu disini adalah Al Qur’an.
2. Injil
Yaitu yang diturunkan kepada Isa as. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya, “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma’idah [5]:46).]
Bisa kita lihat bahwa ada penekanan yang sama disini dengan kitab Taurat. Jadi setiap kitab Allah membenarkan kitab sebelumnya. Tidak ada yang saling bentrok. Khususnya dalam beribadah kepada Allah dan pengingkaran terhadap thoghut. Ini adalah prinsip dakwah para nabi dan rasul, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Jadi mentauhidkan Allah sudah menjadi kewajiban sejak manusia pertama, yaitu Adam as, sampai nanti manusia yang terakhir lahir sebelum kiamat. Kenapa? Karena Allah sudah mengutus para nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW.
Makanya orang-orang Yahudi menuduh bahwa Rasulullah SAW meniru kitab-kitab mereka. Padahal bukan meniru, tapi adalah Allah yang memberikan informasi, mengajarkan, mendoktrin. Dan Rasulullah hanya menyampaikan saja. Kita juga jangan menolak bahwa ada kesamaan dalam kitab Taurat dan Injil dengan Al Qur’an. Benar, memang ada kesamaan. Terkadang kita salah kaprah disini. Karena saking bencinya kepada mereka, kita mengingkari adanya kesamaan antara kitab mereka dengan Al Qur’an. Dalam hal apa kesamaan itu? Dalam hal beribadah kepada Allah dan pengingakaran terhadap thoghut. Tapi kalau sekarang kita mencari bagian itu dalam kitab mereka, akan sulit untuk ditemukan. Kenapa? Karena kalau masih ada doktrin seperti itu, maka ulama mereka akan sulit mendoktrin meraja lela.
Karena itu dalam Islam, jika ada ulama yang su’ baik dalam pemahaman maupun dalam pengamalan, akan jelas terlihat. Karena standar yang digunakan jelas, yaitu Al Qur’an dan masih ada dengan utuh tanpa perubahan. Bisa kita katakan bahwa ulama yang ini materialistik karena ada acuannya. Atau ulama yang ini adalah ulama penjilat, bisa juga karena ada acuannya. Tapi dalam Taurat dan Injil sekarang, susah untuk melihat ini karena sudah dikacaukan isinya. Tidak ada lagi kemurnian khususnya dalam masalah aqidah. Sehingga para ulamanya bisa dengan leluasa untuk menambah dan mengurangi sesuai dengan syahwat mereka.
3. Zabur
Yaitu kitab yang diturunkan kepada Daud as, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya, “Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur (kepada) Daud.” (QS. Al Isra’ [17]:55). ]
Jadi di antara para nabi itu ada juga kelebihan-kelebihan, berupa keutamaan-keutamaan. Kalau bicara fadhilat, tentu bukan prinsip. Iman kepada nabi, sama. Penghormatan Allah dan kemuliaan mereka, sama. Tapi ada yang kelebihan yang Allah berikan kepada mereka. Karena apa? Karena ternyata kelebihan itu memang dibutuhkan oleh mereka pada jamannya.
Nabi Nuh as, diberikan kelebihan dan kemampuan untuk mendesain kapal. Karena ujian yang akan Allah berikan sebagai azab atas kaumnya adalah banjir. Lalu tongkat Nabi Musa as, itu kelebihan yang Allah berikan kepada beliau. Dan memang sesuai dengan kebutuhan dakwah beliau ketika kepada Fir’aun dan pemukanya, lalu juga kepada bani Israel. Karena ketika itu yang dipertuhankan oleh manusia adalah tukang sihir dan para dukun.
Nah, kebutuhan umat ketika masa Nabi Muhammad SAW adalah pemikiran. Maka itu, diturunkan Al Qur’an. Kalau tongkat atau perahu, tentu tidak cocok. Maka itu, mukjizat Rasulullah SAW yang terbesar adalah Al Qur’an sebagaimana sudah kita bahas sebelum ini. Kenapa? Karena pemikiran. Selama orang itu hidup, tentu ia akan berpikir. Dengan berpikir secara Qur’ani, orang menjadi tahu mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang halal dan mana yang haram, mana Tuhan dan mana yang hamba, mana dunia dan mana akhirat dan mana yang lebih baik di antara keduanya. Semuanya akan dapat diketahui karena dalam Al Qur’an dijelaskan prinsip-prinsip dasarnya. Jadi tidak akan pernah manusia hidup di luar dari prinsip-prinsip Al Qur’an, karena desain otak manusia itu sesuai dengan Al Qur’an dan tidak akan lebih dari itu. Karena manusia tidak akan pernah keluar dari bumi dan langit. Apa pernah manusia keluar dari bumi dan langit? Kalau masuk ke dalam bumi, jelas. Mati dan dikuburkan. “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thoha [20]:55).
Tidak akan pernah kita keluar dari pakem ini. Tidak perlu kita pikirkan yang lain-lain. Tidak bermutu hidup ini jadinya, kalau kita keluar dari pemikiran Al Qur’an.
Syirik contohnya, ini sudah keluar dari pemikiran Al Qur’an. Syirik itu perbuatan dan pemikiran yang paling rendah derajatnya. Bayangkan saja, dibuat patung lalu mereka datangi dan disembah-sembah. Apa tidak rendah? Begitu juga, manusia yang sombong dan mencari-cari hukum dan peraturan selain hukum Allah. Tidak akan ketemu lagi peraturan dan hukum selain hukum Allah. Maka itu dijelaskan dalam ayat Al Ma’idah 44 tersebut, mereka yang tidak mau berhukum kepada hukum Allah jelas kafir. Tapi ditafsirkan lagi ‘kufrun duna kufrin’, kekafiran dalam kekafiran. Kalau kufur, ya kufur saja. Tidak ada ‘kufrun duna kufrin’, sebab yang namanya kufur tetap saja masuk neraka. Apakah ia ‘duna kufrin’ atau tidak, tetap masuk neraka.
Termasuk selera kita juga menjadi rendah. Kerupuk, mie instant, misalnya. Ini tidak ada dalam Al Qur’an tapi kita makan terus. Makanya otak anak kita susah sekali diajak menghafal. Itu narkoba tingkat dasar, kerupuk dan mie instant itu. Yang ada dalam Al Qur’an adalah daging, ikan, madu, kurma, buah-buahan dengan segala macamnya, air, zam zam, susu. Nah, ini silahkan makan dan minum. Coba lihat bani Israel, Allah bawa mereka keluar dari perbudakan Fir’aun, mereka malah mau sembah anak sapi. Allah berikan makanan dari langit yaitu manna dan salwa, tapi mereka malah minta kacang-kacangan dan lain-lain. Rendah sekali selera mereka. Kalau tidak dengan Al Qur’an, sampai selera makan pun rendah. Tapi kerupuk kan lebih murah, katanya. Iya itu karena selera kita kerupuk makanya Allah berikan rezeki kepada kita sebatas kerupuk. Tapi kalau selera kita madu dan susu, tentu Allah berikan kita rezeki madu dan susu. Makanya jadilah mental kita juga seperti kerupuk, sudah dijajah beratus tahun tetap saja punten-punten.
4. Ash Shuhuf
Yaitu kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim as dan Musa as, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Apakah dia mempunyai pengetahuan tentang yang gaib sehingga dia mengetahui (apa yang dikatakan)? Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam Shuhuf Musa? Dan Shuhuf Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu).” (QS. An Najm [53]:36-42).
Lalu dalam surat lain, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Shuhuf Ibrahim dan Musa.” (QS. Al A’la [87]:14-19).]
Shuhuf ini walaupun artinya adalah lembaran-lembaran, namun karena Al Qur’an menjelaskannya sebagai Ash Shuhuf, maka kita tidak boleh mengartikannya sebagai lembaran-lembaran. Sama dengan Taurat, Injil, dan Zabur, tapi ini adalah Shuhuf. Dalam surat Al A’la jelas disebutkan sebagai ‘Shuhuf Ibrahim dan Musa’.
Dalam surat An Najm di atas, terdapat salah satu prinsip dalam Islam, yaitu siapa yang beramal maka dialah yang mendapatkan balasannya, baik maupun buruk. Lalu dalam surat Al A’la dijelaskan bahwa akhirat itu lebih baik daripada dunia. Dan sistem ini sudah diterapkan sejak pertama, yaitu ketika masa Shuhuf Ibrahim dan Musa.
Adapun kitab-kitab lain yang turun kepada semua rasul, Allah tidak menjelaskan kepada kita nama-namanya. Tapi Allah jelaskan bahwa setiap nabi yang Allah utus, menyampaikan risalah kepada umatnya.
Tentu ada pegangan risalah, tidak mungkin tanpa ada pegangan itu. Tapi kita tidak mungkin tahu mengenai hal ini karena Allah tidak jelaskan. Lalu perhatikan ini, subhanallah, jika kita tadabbur Al Qur’an akan keluar isi-isinya, kandungannya dan pesan-pesan utamanya. Coba perhatikan bagaimana Allah hanya menyinggung kitab-kitab yang kita tahu sekarang ini. Apa hikmahnya? Karena semua kitab yang dijelaskan Allah kepada kita, kaumnya masih ada yang tersisa. Sedangkan kitab-kitab yang tidak dijelaskan oleh Allah, sudah tidak ada kaumnya. Artinya yang akan berbenturan sampai akhir jaman nanti dengan umatnya Nabi Muhammad, ya mereka yang masih tersisa itu. Contoh kaum Tsamud, sudah tidak ada sisanya. Kaum ‘Ad juga sudah tidak ada lagi. Kaum Nabi Luth, sudah habis semua.
Jadi yang akan secara terus menerus menjadi tantangan dalam dakwah Islam, adalah mereka yang diwariskan Taurat, Injil, Zabur dan Shuhuf Ibrahim dan Musa. Yaitu kaum Yahudi dan Nasrani. Karena itu dalam Al Fatihah kita bacakan “.., bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al Fatihah [1]:7).
Jadi yang lain itu tidak penting karena sudah tidak ada lagi kaumnya. Sedangkan yang ada kaumnya adalah mereka yang dijelaskan oleh Allah kepada kita dalam Al Qur’an, kaum Yahudi yang dimurkai dan kaum Nasrani yang tersesat. Karena itu saat ini Israel sedang berusah menghancurkan Masjidil Aqsho’ karena dibawahnya mereka yakini ada Haekal Sulaiman, yaitu anak dari Nabi Daud as. Walaupun mereka juga sebenarnya sudah terputus ketika mereka dijajah oleh Babilonia.
Allah menjaga penjelasan mengenai Shuhuf Ibrahim, karena mereka menganggap merekalah penerus agama Ibrahim as, yaitu agama tauhid. Padahal agama tauhid yang benar itu adalah “laa ilaha ilallah.” Mereka mengklaim bahwa mereka penerus agama Ibrahim as, tapi Al Qur’an membantah hal tersebut. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa yang meneruskan dan konsisten dengan ajaran Ibrahim as adalah pengikut Nabi Ibrahim as, Nabi Muhammad SAW, dan pengikut Nabi Muhammad SAW. Inilah penerus ajaran tauhid Ibrahim as, sedangkan yang lain bukan karena mereka menyimpang. Bagaimana menyimpangnya? Mereka jadikan nabi-nabi mereka sebagai tuhan.
Jadi seperti itu cara kita menganalisa ayat, mentadabburi ayat sehingga kita mendapat hikmah dan intinya.
Allah berfirman, “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al Baqarah [2]:213).
Artinya satu umat ini adalah mereka berada dalam agama tauhid. Nah, disini kita bisa melihat bahwa sebenarnya Allah mengutus para nabi ini didasari kebutuhan umat manusia yang riil. Kalau tidak dibimbing oleh kenabian, sesatlah mereka semua.
Nah, kitab Allah ini diturunkan dengan haq, yang gunanya untuk dijadikan sumber hukum bagi manusia, terhadap apa yang mereka perselisihkan. Nah, Allah bongkar rahasia hati mereka yang menolak kebenaran yang diturunkan oleh Allah. Perselisihan di antara mereka disebabkan karena adanya rasa dengki. Sebelumnya Nabi Muhammad tidak mengetahui hati mereka seperti apa, kitapun tidak. Tapi Allah membongkar rahasia hati mereka ini kepada Rasulullah dan umatnya. Hingga sampai saat ini, orang Yahudi dan Nasrani masih melakukan makar terhadap umat Islam, berusaha untuk memurtadkan umat Islam, karena kedengkian di antara mereka.
Nah, Allah hanya akan memberikan petunjuk kepada mereka yang beriman, terhadap apa yang mereka perselisihkan. Jadi tetap kita membutuhkan hidayah Allah. Tanpa ada hidayah Allah, kita tidak melakukan apa-apa.
Kita tetap wajib mengimani kitab-kitab ini kendatipun tidak disebutkan namanya, secara global. Tidak boleh kita menisbatkan sebuah kita kepada Allah padahal tidak Dia nisbatkan kepada Diri-Nya.
Maka itu, kitab yang tidak disebutkan seperti Tadzkirah milik Ahmadiyah misalnya. Allah tidak pernah sebut kitab ini, maka itu jangan kita nisbatkan kitab ini kepada Allah. Atau Mushaf Fathimah yang diklaim oleh orang Syi’ah, ini juga tidak disebutkan oleh Allah dalam Al Qur’an. Maka itu, kekufuran dan kemusyrikan merupakan kebodohan yang luar biasa. Sama sekali tidak berjalan nalarnya.
[Sebagaimana kita wajib mengimani bahwa kitab-kitab ini telah diturunkan secara benar, sebagai cahaya dan petunjuk, yang mentauhidkan Allah dalam rububiyah, uluhiyah, dan pada nama dan sifat-Nya. Kalau kita menisbatkan kitab-kitab lain kepada Allah, selain daripada yang telah dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an, maka itu merupakan bagian dari ‘tahrif’.
Allah berfirman mengenai Taurat, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Ma’idah [5]:6)
Firman Allah, “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israel) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma’idah [5]:46).
Wajib kita beriman, bahwa Al Qur’anul Adhim adalah kitab terakhir yang Allah turunkan. Tidak ada lagi kitab yang Allah turunkan setelah Al Qur’an. Dan Allah Azza wa Jallah telah memberikan Al Qur’an kekhususan, keistimewaan dibandingkan dengan kitab-kitab terdahulu.
Jadi kesimpulannya, keimanan kita terhadap kitab Allah adalah sesuai dengan yang Allah sebutkan dalam Al Qur’an atau sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Disini ada beberapa kitab yang Allah sebutkan, yaitu Taurat, Zabur, Injil, Shuhuf dan Al Qur’an. Untuk Al Qur’an akan kita bahas pada pekan depan, yang membahas apa saja kelebihan Al Qur’an dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Ini secara konten atau isinya. Tetapi secara keimanan, tetap. Paham atau tidak kita terhadap isinya, kita wajib beriman kepada Al Qur’an, dan wajib mengimaninya sebagai kitab yang terakhir. Paham ataupun tidak paham. Tapi kalau kita pelajari, insya Allah kita paham dan mengerti akan kelebihannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar